Ee : Bee, awak ada tisu tak? (sambil menunjukkan tangan melekit lepas makan donut sedap)
Bee: Ada, nah.
Ee : ee rasa macam nak cuci muka. rimas la.
Bee: saya ada wet tissue. awak nak?
Ee : boleh, nak~
(after lap muka), awak ni memang perempuan betul la.
Bee: erk. perempuan betul? selama ni saya laki ke?
Ee : haha. takla. tisu awak ada, wet tissue awak ada, cukup semua. memang perempuan betul
la.
Bee: macam tu je boleh jadi perempuan betul? senang benar.
tapi kan, dulu saya ada classmate laki yg lengkap semua benda macam tu jugak. dia yg
first pakai handsanitizer kat kelas kitorang. siap ada toilet tissue lagi bawah meja dia,
bla bla bla.
Ee : mesti dia tu cam metrosexual kan? eh ke dia lembut?
Bee: (gelak2, sambil tukar topik lain).
*************************************************
we try to make some generalisation here kejap.
kalau indicator utk jadi perempuan sebenar tu adalah dengan membawa tisu ke mana-mana,
kalau lelaki yg bawa tisu/ jaga penampilan terlebih-lebih itu metrosexual,
then,
macam mana pulak kalau seorang tu nak tahu dia betul-betul dah ditarbiyah atau tidak?
here i share a gem with you.
it's from a book actually, tapi dah sering dibahas dalam bulatan2 / perhimpunan2 gembira sebenarnya :)
take it as a gentle reminder then (for me myself also~~!) insyaallah :)
it's in indonesian btw. kalau tak faham certain words, sila tanya. jangan simpan sampai salah faham. (even google translate pun not reliable sometimes).
1.) Terbuka terhadap Perubahan
Hasil akhir dari semua proses pembelajaran adalah perubahan, termasuk tarbiyah. Hasil akhir dari tarbiyah adalah adanya perubahan. Dalam beberapa kasus, insan tarbiyah "terlanjur" besar dalam kondisi tertentu dan sulit berubah ketika kondisi telah berbeda. Perasaan telah menjadi sesuatu / seseorang yang besar itulah yang membunuh tujuan akhir dari tarbiyah.
2.) Mampu Bersikap Tegas dan Menghindarkan Diri dari Sikap Agresif
Kita tarbiyah ketika menjadi manusia yang tegas, bukan agresif. Menolak praktik syirik, menolak kemaksiatan, mempertahankan strategi dakwah, menjelaskan tujuan dakwah, dan menegakkan disiplin memang membutuhkan ketegasan, tetapi tidak membutuhkan agresivitas. Produk dari tarbiyah adalah insan yang tegas dalam prinsip, memiliki determinasi yang tinggi, sabar, serta tidak dapat diprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan kontraproduktif.
3.) Menjadi Peribadi yang Proaktif
Kita tarbiyah ketika proaktif terhadap hal-hal yang bermanfaat. Kesempatan belajar dan kesempatan-kesempatan lainnya tidak boleh disia-siakan hanya karena belum mendapat "restu" dari murabbi. Atau jangan sampai kita hanya berpangku tangan menunggu wasilah-wasilah (sarana) yang direkomendasikan oleh murabbi. Rekomendasi memang diperlukan dan syura memang harus dilakukan, tetapi kedua hal tersebut bukan alasan untuk tidak proaktif. Justru syura akan dinamis dan rekomendasi akan bervariasi jika peserta syura melakukannya dengan proaktif.
4.) Menjadi Peribadi yang Memiliki Sikap Mawas Diri
Kita tarbiyah ketika tidak mudah menyalahkan orang lain. Bahkan sebaliknya, di lembaga tarbiyahlah kita mengembangkan sikap mawas diri. Tarbiyah mengantarkan seseorang untuk sadar akan pentingnya berinstitusi / berjama'ah dalam menegakkan agama. Namun kesadaran ini juga mesti diikuti dengan kesadaran bahwa sebuah jama'ah apapun adalah institusi manusia dengan segenap kemanusiaannya. Ada keunggulan di sana, ada kecerdasan, ada kehebatan, tetapi juga berserak kealpaan, keteledoran, ego, dan juga kepentingan individual. Tarbiyah menjadikan seseorang memiliki kesadaran bahwa berjama'ah / berorganisasi tetaplah lebih baik dari pada sendiri dengan segala kelemahan dan keunggulan pribadi.
5.) Menjadi Peribadi yang Mandiri
Kita tarbiyah ketika menjadi insan yang mandiri dan merdeka, bukan manusia yang bergantung pada orang lain. Fakta empiris menyajikan data bahwa para pahlawan kita memiliki jiwa merdeka yang membangkitkan energi besar dalam perjuangannya. Muhammad SAW adalah sosok yang mandiri dan merdeka, jauh dari intervensi siapa pun. Begitu juga dengan para sahabat beliau.
6.) Menjadi Sosok yang Berperasaan, Tetapi Tidak Emosional
Kita tarbiyah ketika tarbiyah menjadikan hati dan perasaan kita hidup tanpa terjebak dalam sikap emosional. Kita juga siap menghadapi ujian dan tidak cengeng, serta tidak mudah terpukul oleh sebuah kegagalan. Emosi keagamaan adalah sebuah energi yang mendorong untuk berperilaku serba religi. Sedangkan sikap emosional dalam beragama adalah ekspresi yang tidak menguntungkan dan biasanya ditimbulkan oleh pribadi yang tidak bersedia menghadapi kenyataan.
7.) Menjadi Pribadi yang Sanggup Belajar dari Kesalahan
Seseorang yang tertarbiyah adalah seseorang yang menjadikan kesalahan yang dilakukannya sebagai salah satu cara untuk belajar. Kita sudah tarbiyah ketika kita mampu menjadi manusia yang sanggup menghadapi sesuatu di masa depan. Menghadapi sesuatu di masa depan pasca kekalahan memang tidak mudah.
8.) Mampu Hidup di Masa Sekarang, Bersikap Realistik, dan Berpikir Relatif
Kita ditarbiyah ketika kita tidak menjadi bagian dari masa lalu, dalam kata lain yaitu mampu bersikap realistik, berpikir secara relatif, dan tidak mutlak-mutlakan (taqlid buta), serta memiliki kepercayaan yang tinggi. Yang dibutuhkan oleh dunia adalah seseorang yang mampu berpikir realistik dan memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan konsep atau idealismenya di dunia ini.
Hasil akhir dari semua proses pembelajaran adalah perubahan, termasuk tarbiyah. Hasil akhir dari tarbiyah adalah adanya perubahan. Dalam beberapa kasus, insan tarbiyah "terlanjur" besar dalam kondisi tertentu dan sulit berubah ketika kondisi telah berbeda. Perasaan telah menjadi sesuatu / seseorang yang besar itulah yang membunuh tujuan akhir dari tarbiyah.
2.) Mampu Bersikap Tegas dan Menghindarkan Diri dari Sikap Agresif
Kita tarbiyah ketika menjadi manusia yang tegas, bukan agresif. Menolak praktik syirik, menolak kemaksiatan, mempertahankan strategi dakwah, menjelaskan tujuan dakwah, dan menegakkan disiplin memang membutuhkan ketegasan, tetapi tidak membutuhkan agresivitas. Produk dari tarbiyah adalah insan yang tegas dalam prinsip, memiliki determinasi yang tinggi, sabar, serta tidak dapat diprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan kontraproduktif.
3.) Menjadi Peribadi yang Proaktif
Kita tarbiyah ketika proaktif terhadap hal-hal yang bermanfaat. Kesempatan belajar dan kesempatan-kesempatan lainnya tidak boleh disia-siakan hanya karena belum mendapat "restu" dari murabbi. Atau jangan sampai kita hanya berpangku tangan menunggu wasilah-wasilah (sarana) yang direkomendasikan oleh murabbi. Rekomendasi memang diperlukan dan syura memang harus dilakukan, tetapi kedua hal tersebut bukan alasan untuk tidak proaktif. Justru syura akan dinamis dan rekomendasi akan bervariasi jika peserta syura melakukannya dengan proaktif.
4.) Menjadi Peribadi yang Memiliki Sikap Mawas Diri
Kita tarbiyah ketika tidak mudah menyalahkan orang lain. Bahkan sebaliknya, di lembaga tarbiyahlah kita mengembangkan sikap mawas diri. Tarbiyah mengantarkan seseorang untuk sadar akan pentingnya berinstitusi / berjama'ah dalam menegakkan agama. Namun kesadaran ini juga mesti diikuti dengan kesadaran bahwa sebuah jama'ah apapun adalah institusi manusia dengan segenap kemanusiaannya. Ada keunggulan di sana, ada kecerdasan, ada kehebatan, tetapi juga berserak kealpaan, keteledoran, ego, dan juga kepentingan individual. Tarbiyah menjadikan seseorang memiliki kesadaran bahwa berjama'ah / berorganisasi tetaplah lebih baik dari pada sendiri dengan segala kelemahan dan keunggulan pribadi.
5.) Menjadi Peribadi yang Mandiri
Kita tarbiyah ketika menjadi insan yang mandiri dan merdeka, bukan manusia yang bergantung pada orang lain. Fakta empiris menyajikan data bahwa para pahlawan kita memiliki jiwa merdeka yang membangkitkan energi besar dalam perjuangannya. Muhammad SAW adalah sosok yang mandiri dan merdeka, jauh dari intervensi siapa pun. Begitu juga dengan para sahabat beliau.
6.) Menjadi Sosok yang Berperasaan, Tetapi Tidak Emosional
Kita tarbiyah ketika tarbiyah menjadikan hati dan perasaan kita hidup tanpa terjebak dalam sikap emosional. Kita juga siap menghadapi ujian dan tidak cengeng, serta tidak mudah terpukul oleh sebuah kegagalan. Emosi keagamaan adalah sebuah energi yang mendorong untuk berperilaku serba religi. Sedangkan sikap emosional dalam beragama adalah ekspresi yang tidak menguntungkan dan biasanya ditimbulkan oleh pribadi yang tidak bersedia menghadapi kenyataan.
7.) Menjadi Pribadi yang Sanggup Belajar dari Kesalahan
Seseorang yang tertarbiyah adalah seseorang yang menjadikan kesalahan yang dilakukannya sebagai salah satu cara untuk belajar. Kita sudah tarbiyah ketika kita mampu menjadi manusia yang sanggup menghadapi sesuatu di masa depan. Menghadapi sesuatu di masa depan pasca kekalahan memang tidak mudah.
8.) Mampu Hidup di Masa Sekarang, Bersikap Realistik, dan Berpikir Relatif
Kita ditarbiyah ketika kita tidak menjadi bagian dari masa lalu, dalam kata lain yaitu mampu bersikap realistik, berpikir secara relatif, dan tidak mutlak-mutlakan (taqlid buta), serta memiliki kepercayaan yang tinggi. Yang dibutuhkan oleh dunia adalah seseorang yang mampu berpikir realistik dan memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan konsep atau idealismenya di dunia ini.
Maka, sudahkah kita tarbiyah?
p/s: basically saya letak bulat2 apa yg ditulis, taknak translate siap2 because there're things that will be lost in translation if i do so. wallahu a'lam.